Dua tahun telah berlalu, dunia digemparkan oleh sebuah berita besar. Hari itu mendadak ramai, tidak seperti bisanya. Orang–orang desa nampak disibukkan membaca surat kabar. Hampir setiap warga kulihat membacanya sambil terlibat percakapan-percakapan yang nampaknya amat serius. Ayahku juga serupa, dia berdiam lama sambil menatap lembaran kertas pembawa berita itu. Ditatapnya sebuah halaman tanpa pernah menggantinya dengan halaman lainnya. Tiba-tiba….
“Terima kasih atas makanannya! Ibu.. Aku pergi bermain dengan Ninjin dan Piiman seperti biasa ya..” Pamitku.
“Tamanegi, habiskan dulu makan siangmu” Saut Ibuku.
“Aku sudah kenyang, bu.” Timpalku.
“Tunggu Nak! Kemari sebentar!” tak biasanya Ayahku memanggilku.
“Y-ya? Ada apa, ayah?” kataku takut melihat Ayah memasang wajah serius seperti itu.
“Tentang berita pagi ini.. Apakah kau ingat Mugiwara An-chan(Abang) yang menghancurkan Enies Lobby 2 tahun silam?” tanya ayahku.
“Heh? I-iya tentu saja aku ingat! Kalau tidak salah mereka pernah mampir dan makan di restoran di desa ini.” jawabku sekenanya.
“Ah, benar! Benar, ano An-chan. Menurut berita ini, mereka akhirnya berkumpul kembali setelah menghilang tanpa kabar selama 2 tahun.” terang ayahku.
Jantungku hampir copot mendengarnya. Seketika aku mematung, tak percaya.
“Benarkah? Aku ingin lihat, aku ingin baca beritanya! Pinjami aku, ayah!” terangku sambil merebut surat kabar itu dari tangannya.
Lantas bergegas, aku ingin memastikannya dengan Ninjin dan Piiman di markas. Baru saja aku pakai sepatu kiriku, Ayah kembali memanggilku.
“Mau kemana kau?!”, bentak ayah.
“Hyaaa… Aku i-ingin ke tempat bi-biasa…” responku sambil ketakutan.
“Tamanegi, masuklah ke rumah! Ayah ingin bicara!” perintah ayah dengan nada tinggi.
“Bicara? Memang apa yang ayah ingin bicarakan”, tanyaku.
“Lepaslah sepatumu dulu, dan kita akan bicara” pungkasnya.
Kami berdua pun berbicara selayaknya seorang pria.
==================================
Beberapa minggu setelah pembicaraanku dengan Ayah. Dunia kembali gempar! Di dunia baru, kerajaan Dressrosa dinyatakan dalam tingkat bahaya “Awas!”. Kabarnya, terjadi pertarungan antara 3 generasi terburuk melawan Shicibukai Donquixote Doflamingo.
Namun, suasana pulau tampak hangat seperti biasa. Tidak ada kepanikan warga. Hanya ada 1 hal yang sama seperti beberapa minggu lalu, semua orang fokus dengan berita yang di muat surat kabar itu. Awalnya aku menanggapinya dengan biasa saja, namun setelah kutahu yang bertarung adalah “mereka” maka semangatku mendadak meletup-letup.
Kucuri Surat Kabar yang dibeli Ayah tadi pagi, dan membawanya berlari ke markas. Diperjalanan menuju markas aku dikagetkan oleh suara yang tak asing…
“Hoy, Tamanegiiii, hoooiii.” terdengar suara Piiman berteriak memanggilku.
“Piimaaaan, Piiman kah? Kau di mana?” tanyaku.
“Kesini, atas.. lihat ke atas!” suruhnya.
“Sedang apa kau di atas sana?” tanyaku pada Piiman yang sedang berdiri diatap rumahnya.
“Cepatlah masuk dan naik kemari! Kau harus lihat ini! Ninjin juga sedang menuju ke mari!” jawabnya singkat.
“Ah, dasar..” umpatku.
Anehnya tidak ada warga yang memarahi kami seperti yang biasa terjadi. Semuanya sangat ceria, mungkin akan ada pesta rakyat atau semacamnya pikirku.
“Oouh.. Tamanegi, lihat! Lihat ini!” sambut Piiman kegirangan.
“Apa sih? Sebenarnya ada apa?” tanyaku.
“Lihat ke sana” perintahnya.
“Haaaaa? Sebenarnya? Apa yang tela…”
“Ini pesta, untuk kapten!” timpalnya sebelum selesai aku berbicara.
“Pesta? Kapten? Mungkinkah?” kataku berseri-seri.
“Bodoh! Kapten tidak akan pulang dalam waktu dekat!”, tiba – tiba Ninjin datang sambil memukul kepalaku.
“Aw.. sakitsakitsakit.. Lalu ini pesta apa?” tanyaku memastikan.
“Ayo turun, dan ikuti aku! Ninjin-sama yang baik ini akan memperlihatkan sesuatu yang luar biasa!” kata Ninjin.
*catatan penulis : Ninjin-sama sama seperti Ore-sama, yaitu panggilan yang mengagungkan diri sendiri/ sombong/ besar kepala.
Kami bertiga akhirnya turun, dan berjalan menuju pusat desa. Di sana telah berkumpul banyak orang. Hampir semua warga pulau berada di sana. Melihat kami berjalan mendekat, semua mata tiba–tiba memandang ke arah kami. Sejenak aku teringat perkataan ayahku beberapa minggu yang lalu.
“Tamanegi, maafkan ayah dan ibu. Tentang kejadian 2 tahun lalu. Maafkan kami!? Kami tidak tahu kalau Anak itu dan Mugiwara An-chan yang telah mengusir bajak laut yang hendak membunuh Nona Kaya dan merampok desa kita. Juga tentang Kurahadol yang sebenarnya adalah seorang bajak laut keji. Aku tahu ini terlambat, tapi percayalah, Anak itu bukanlah orang yang jahat, dia memang pembohong, tapi anak itu adalah orang yang baik. Kami tidak benar-benar membencinya, justru sebaliknya. Kami mengejar dan memarahinya karena kami sangat menyayanginya. Maafkan kami yang menutupi kenyataan itu darimu.”
================================
“Wa… benar–benar ya?! Ayah dan anak sama-sama menjadi bajak laut! Tapi syukurlah dia baik-baik saja.”
“Kau sudah baca? Hebat bukan?! si Yassop itu benar-benar memiliki anak yang hebat!”
“2 tahun yang lalu aku masih berlari mengejarnya dengan membawa gagang sapu, tapi sekarang dia sudah mengejar mimpinya! Tidak bisa dipercaya! Semoga dia bertemu dengan si Yassop itu!”
“Si pembohong tengik itu sekarang adalah bajak laut yang hebat! Aku bingung harus kesal atau bahagia.. aaah siaaalllan, aku merindukanmuuu!”
Sayup terdengar obrolan warga desa, wajah Ninjin dan Piiman pun memerah mendengarnya. Mereka tersenyum bangga, karena memiliki kapten yang hebat. Aku masih belum mengerti situasi sebenarnya, apa yang sebenarnya terjadi? Terlihat Nona Kaya juga hadir di sana, lalu kami hampiri dia untuk bertanya.
“Ciaoss, nona” sapa kami.
“Hai, kalian bertiga” jawabnya dengan senyum manis.
“Nee… Sebenarnya acara apa ini? Kenapa semua terlihat gembira?” tanyaku.
“Ara-ara… Apakah kau tidak membaca berita pagi ini?” dia balik bertanya.
“Sudah kok! Hebat! Mugiwara mengalahkan Doflamingo!” jawab Piiman.
“Apakah kalian tidak melihat pos…”
“Hm.. cekcek.. Minna sama, terima kasih sudah berkumpul di sini”,Merry san memotong obrolan kami lewat pengeras suara.
“Seperti yang kalian tahu, tentang berita pagi ini, diharapkan semuanya untuk melakukan persiapan pesta nanti malam, di halaman mansion Ojou-sa… maaf.. Dokter Kaya.”
Merry san berbicara panjang lebar, tapi Nona Kaya malah mengajak kami memisahkan diri. Selama perjalanan menuju tempat sepi, wajah Piiman dan Ninjin begitu ceria. Aku yang tidak tahu apa-apa hanya bisa pasrah menahan penasaran karenanya.
“Nona, bisakah kau memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku.
“Ara, jadi kau belum tahu juga, Tamanegi?” jawabnya.
“Belum, daritadi mereka berdua hanya tertawa ketika aku bertanya”, kataku kesal.
“Ma..Ma… tenanglah, sebentar lagi kau akan tahu kok” timpal Ninjin.
Sesampainya di halaman samping, mereka berdua menatapku. Aku hanya menanti mereka berdua mengungkapkan apa yang terjadi, sementara Nona Kaya menatap kami dengan senyum penuh arti.
“Yoshaa… Bersiaplah untuk tidak pingsan Tamanegi… Taraa…!!!” Ninjin mengeluarkan sebuah poster buronan.
“Eeeeh?!! Itukan hanya poster Sogeking, memangnya ada apa dengan poster itu Ninjin?” tanyaku padanya.
“Shishishi… ini adalah poster kapten yang aku temukan di lemari ayahku! Dia menempelnya di sana!” katanya bangga.
“Jadi ini yang kau rahasiakan sedari tadi? Yaampun kukira ada apa”, jawabku lemas.
“Shishishi.. kalian berdua payah, lihat ini!” kata Piiman mengeluarkan sebuah buku.
“Buku? Sejak kapan kau tertarik dengan buku?” tanyaku.
“Ha.ha.ha, ini bukan buku sembarangan, ini adalah… jajang!”, jawabnya sambil memerkan potongan Koran berisi berita tentang Mugiwara.
*catatan penulis : “Jajang” adalah bunyi sfx yang sama dengan taraa- atau surprise*
“Ayahku ternyata penggemar Bajak Laut Mugiwara, dan dia juga tahu kalau Kapten berlayar bersama mereka, Hi.Hi.Hi!!” lanjutnya bangga.
Ternyata kejutannya tidak seperti yang aku bayangkan. Sedikit kecewa, namun aku juga turut bahagia karena ucapan ayahku benar adanya.
“Hihihihi, jadi kalian semua belum tahu yah?”, tiba-tiba Nona Kaya bertanya.
“Belum, memangnya masih ada lagi?” tanya Ninjin.
“Hm.. Baiklah kalau begitu.. ini adalah hadiah dariku, ini sengaja kami semua pisahkan agar kalian tidak melihatnya. Ini adalah hadiah kejutan dariku dan semua orang di pulau ini.” jawabnya.
“Nanti malam, kami semua warga desa akan mengadakan perayaan untuk keberhasilan Usopp san mendekati mimpinya, jangan lupa datang kerumahku ya.” kata Nona Kaya sambil tersenyum bahagia.
“Ha..ha..ha..hahahahaha in tidak sungguhan bukan? Kau bercandakan, Nona?” tanyaku.
“Tentu saja aku serius.” jawabnya sambil tersenyum.
Lantas Nona Kaya mengeluarkan selembar poster buronan dari saku belakangnya dan memperlihatkannya kepada kami.
“Bohong! Pesta? Untuk seseorang seperti dia? Dan dirayakan seisi pulau?” Kataku sambil menitikan air mata.
“Ini hanya bisa terjadi dalam mimpi, Ninjin.. cubit aku!” Sambung Piiman.
“Are? Kenapa aku menangis? Are Are? Kenapa air mataku turun deras begini?” Kata Ninjin.
“Kapten, kaptenkaptenkapten… Huaaaaa…” kami bertiga pun menitikan air mata, melihat poster baru yang baru saja diperlihatkan Nona Kaya.
Di sana dengan jelas terpampang nama dan wajahnya, orang yang paling dirindukan dipulau ini. Tidak lagi bertopeng, tidak lagi menggunakan nama samaran. Jelas tertulis di sana….
“DICARI! HIDUP ATAU MATI. GOD USOPP – 200 JUTA BERRY!”