Aku tak pernah nyangka bakal kayak gini jadinya. Gapernah
kepikiran juga bakalan sesakit ini. Ibarat perahu kecil yang terseok-seok ombak badai, aku cuma bisa
berlomba dengan waktu dan mencoba untuk tidak karam.
Aku mengenalnya secara biasa, media sosial dan segala tipu
dayanya. Berawal dari ia menyapa, kemudian aku hanyut karenanya. Tadinya sih
aku dingin dingin so cool gitu, tapi lama-lama kok keterusan juga. Yahoo
Messenger yang jadi saksi, antara aku, kamu dan sakitnya dibohongi.
Kalian yang pernah merasakan sakitnya digantung, mungkin
akan mengerti sesakit apa hatiku saat ini. Kalau diceritain mah sakitnya tuh
kayak lagi asyik di pantai ramai yang mendadak sepi, kemudian tersapu ombak ke
tepi, dan terseret ke tengah teluk tanpa ada kesempatan kembali.
Aku terlanjur terjerembab dalam rasa cinta yang
meletup-letup layaknya merecon sunatan. Jengah aku dengan janjinya, namun hati
ini terlalu tahan banting, atau mungkin cinta ini mengandung formalin, begitu
utuh, tak kunjung membusuk.
Setiap malam kita Chit Chat, bahkan sering juga Video
Callan. Tapi 6 bulan jalan kita berbagi kesenangan, dia mulai memudar dan
kemudian menghilang. Resiko sih, kenal orang hanya lewat dunia maya yang
terkenal fana. Aku keep Posthink aja, mungkin dia sibuk. Maklum, dianya itu
anak Band gitu. Tapi kok lama-lama kangennya kerasa ya? Mungkin mulai dari
sana, hatiku kesentil virus yang yang menyebabkan penyakit bernama ‘sindrom
jatuh cinta’.
Aku di Tasik, dianya di Bandung, jarak kami gak jauh kok, cuma
naik turun dan berkelok aja, persis kaya persaanku saat ini. Satu tahun gak
kontekan, eh dia kembali datang. Padahal kukira dia sudah meminang anak orang.
Antara marah, sebel, sama seneng jadi satu. Kecut-kecut sepet tapi manis gitu
deh momentnya.
“Malem kamu…” sapa dia.
“Aku kira kamu udah lupa sama aku?” jawab aku.
“Mana bisa aku ngelupain orang sebaik kamu?” jawabnya bikin
aku berharap lebih.
Senang bungah bagja sumringah. Aku pun melompat #hap loncat
kegirangan, tapi kuterjatuh #gubrag dari kursi goyang. Iiiih, sebel! Manis di kata,
pahit di realita… Dia pergi lagi, dan cukup lama. Dua kali lipat durasinya… 2
Tahun lamanya.
Menggantung asa pada tiang lapuk dan rapuh, cintaku hanya
tinggal menunggu runtuh. Kucoba mencari tahu, bukan obat yang melegakan aku
dapat, malah sebatang lidi yang memecut hati. Pantes aja dia menghilang,
hatinya udah dicuri orang.
Sakitnya hatiku ini, mendengar kabar hatimu dicuri. Sebetulnya
hati aku sakit, tapi aku mencoba seakan-akan gapapa. Rasa hati remuk gak
karuan, teringat manisnya perhatianmu yang dulu kau curahkan. Terbakar rasa
cinta, panasnya menyebak di dada.
Tapi dia malah datang lagi, ini yang membuatku bingung.
Bingung menimbang, maka kuputuskan untuk
diam. Perhatian demi perhatian dia curahkan, meski aku tahu betul tak
sedikitpun ada aku dihatinya. Aku mengalah demi pacar barumu, aku sendiri sedang
engkau bercinta. Satu yang kuminta, jangan lupa bahagia.
Pas katanya ada Java Tour buat bandnya. Malam itu sebetulnya
kuharap tak pernah terjadi. Dia menelponku melontar sejuta puji. Cinta yang ku
kubur malah serasa dipupuk dan disirami, dan si tunas nakal malah mencuat
sendiri.
“Aku kangen kamu”
“Ai kamu salah nelpon engga?”
“Engga kok, aku kangen kamu”.
Sandiwara apa lagi ini teh? Aku teh lelah, sumpah.
Dia curhat tentang kekasihnya, padaku yang tersiksa merindu
dan berusaha menghapus rasaku padanya. Ketidakpekaannya itu amat menyiksa, aku
tersenyum meski punggungku penuh luka. Kuberi kau petuah petuah manis, meski
pahit di lidah. Kemudian kau kembali menghilang.
Selang 2 bulan, lagi-lagi kau datang. Sapa aku seperti tidak
pernah terjadi apa-apa. Kabar kau putus dengan pacarmu kembali menghipnotisku.
Seperti dulu, kita dekat meski tak pernah rapat. Kita menyatu dalam dunia yang
kita ciptakan.
Hingga kau datang sambangi aku, bagai ditimpa pohon kelapa
beserta manggarnya. Bahagia kurasa cetar membahana. Kusiapkan senyum terindah,
meski hanya untuk semangkuk baso dan beberapa jam saja.
Kemudian dia menghilang lagi 6 bulan lamanya. Namun kali ini
aku tak sebal, aku mengerti karena dia sibuk dengan bandnya. Saat dia kembali
menghubungi, kubulatkan hati ini. Tekad
yang kukumpulkan tak boleh disia-siakan, kunyatakan perasaan meski harus sakit
mendengar jawaban.
“A, aku mau ngomong”
“Ngomong apa sih mi..”
“Sebenernya umi teh sayang sama Aa”
“Hahaha si umi bisaan ngehiburnya”
“Serius A, umi sayang Aa, Cinta Aa.. udah lama rasa ini teh,
umi pendam”
“Makasih mi, kamu emang orang yang baik. Aa bahagia”.
Nembak malah dijawab makasih, kamu kuat jadi aku?
Gak mau menggantung diri sendiri, aku putuskan menjauh. Aku
mundur perlahan demi kesembuhan hatiku. Aku mundur demi kita, agar tak lagi aku
berharap pada fatamorgana yang menyeretku ke tengah gurun panas yang akan mengeringkanku.
Aku abaikan segala pesan dan telp darinya. Kemudian aku blok
semua akunnya demi hati ini.
Tapi tanpa perasaan dia terus menerorku. Dia kirimi aku
pesan berkata indah, memohon maaf dan mengukir janji. “Kangen” adalah
senjatanya meluluhkan aku. Risih aku terus tertanggu, tak diberi waktu membuka
lembar baru.
Terakhir kali dia janji tak akan pergi lagi. Namun nyatanya
terbalik, hingga saat ini entah dimana kau dan janjimu itu.
Saat aku tunggu, kau
menghilang
Tiba-tiba kamu datang
tanpa permisi
Stop sayang, aku
bukan terminal cintamu
Datang-pergi, parkir
hati semau sendiri
Sudah cukup kau
bohongi aku
Sudah cukup kau
sakiti aku
Tak terasa menetes
air mataku
Tak kukira kandas
cintaku
Kau pikir hati ini
Kos-kosan?
Datang-pergi untuk
mainan?
True Story of : I.D.P – Tasikmalaya
Author : -Maul-
Special thanks to Ndx a.k.a for amazing lyrics